Salah satu cara agar pelayanan apotek di klinik agar lebih efisien adalah menggunakan aplikasi komputer, salah satu penyedianya adalah situs ini, software tersebut adalah aplikasi komputer untuk apotek, bisa dibaca lebih jauh di : https://aespesoft.com/software-apotek/.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Pimpinan perguruan tinggi wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri Kesehatan mengenai daftar apoteker yang baru lulus, selambat—lambatnya dalam waktu satu bulan setelah pemberian ijazah asli. Laporan ini sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah apoteker yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan setiap periode tertentu, dalam rangka perencanaan pendayagunaan dan penyebaran apoteker di wilayah Indonesia untuk meiaksanakan wajib masa bakti.
Sementara itu, pembatasan jangka waktu laporan dalam satu bulan bertujuan agar jumah lulusan apoteker dapat segera diketahui untuk keperluan penyusunan rencana tersebut di atas. Dalam laporan tersebut dicantumkan nama, jenis kelamin, alamat lengkap, status, serta bulan dan tahun lulus apoteker. Pencantuman data ini bertujuan memudahkan komu-nikasi dengan apoteker yang bersangkutan.
Berdasarkan laporan tersebut, menteri atau pejabat lain yang ditunjuk meminta kepada apoteker yang bersangkutan untuk melengkapi persyaratan dalam rangka penugasan masa bakti. Jika Apoteker merupakan lulusan perguruan tinggi luar negeri, wajib melaporkan diri kepada Departemen Kesehatan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tiba di Indonesia. Apoteker yang telah melengkapi persyaratan diberi Surat Penugasan (SP) yang isinya memberikan kewenangan kepada apoteker tersebut untuk dapat melakukan pekerjaan kefarmasian di sarana kesehatan milik pemerintah, atau di perguruan tinggi sebagai pengajar, atau di Lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Surat penugasan juga merupakan dasar untuk mengajukan permintaan Surat lzin Kepada (SIK) bagi apoteker yang bersangkutan.
Sementara itu, masa bakti adalah masa pengabdian profesi apoteker dalam rangka menjalankan tugas yang diberikan oieh pemerintah pada suatu sarana kesehatan, sedangkan SIK adalah izin yang diberikan kepada apoteker untuk menjalankan pekejaan kefarmasian setelah memenuhi persyaratan. Apoteker yang bekerja di sarana kesehatan milik swasta wajib memiliki SIK, yang dapat diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk. SIK akan diberikan setelah apoteker memenuhi persyarata persyaratan sebagai berikut.
1. Memiliki surat penugasan.
2. Memiliki kemampuan jasmani dan rohani untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian.
3. Memiliki Surat Keputusan Penempatan (SKP) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pertahanan Keamanan, atau Markas Besar Angkatan Bersenjata Repubik Indonesia dalam rangka pelaksanaan masa bakti.
Apoteker Sebagai Profesi
Menurut lkatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI, 2003), profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
- Memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.
- Pendidikan khusus berbasis “keahlian” padajenjang pendidikan tinggi.
- Proses pembelajaran seumur hidup.
- Memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom.
- Memberlakukan kode etik keprofesian.
- Memiliki motivasi altruistik (tidak egois, rela berkorban -aespe) dalam memberikan pelayanan.
- Memberikan pelayanan kepada masyarakat, praktik dalam bidang keprofesian.
- Mendapatjasa profesi.
Sementara itu, mengacu pada definisi apoteker di Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan di perguruan tinggi farmasi, baik jenjang S1 maupun jenjang pendidikan profesi. Lulusan perguruan tinggi farmasi ini tentunya memenuhi ciri profesi yang pertama dan kedua yang ditetapkan oleh ISFI.
Berdasarkan Kepmenkes No.41846/KB/121 tanggal 16 September 1965, ISFI merupakan organisasi tunggal atau satu- satunya organisasi sarjana farmasi/apoteker Indonesia yang rnenghimpun seluruh tenaga kesehatan sarjana di bidang farmasi yakni sarjana farmasi/apoteker. Ditingkat internasional, international Pharmaceutical Federation mengidentifikasikan profesi sebagai kemauan individu apoteker/farmasis untuk meiakukan praktik kefarmasian, sesuai dengan syarat legal minimal yang berlaku, serta mematuhi standar profesi dan kode etik kefarmasian.
Software Klinik Dan Software Apotek
Manajemen Inventori, Rekam medis, Billing dan Kasir/POS, Garansi Error Seumur Hidup Saya !
Harga Rp 2 Juta untuk software klinik dan Rp 950rb untuk software apotek, Silakan Mampir
www.aespesoft.com
Kode Etik Apoteker
Kode etik adalah panduan sikap dan perilaku tenaga profesi dalam menjalankan profesinya, sebagai aturan/norma yang menjadi ikatan moral profesi. Kode etik apotekerf farmasis merupakan salah satu pedoman untuk membatasi, mengatur, dan sebagai petunjuk bagi apoteker/farmasis dalam menjalankan profesinya secara baik dan benar. serta tidak melakukan perbuatan tercela.
Berdasarkan Permenkes No. 184 tahun 1995 pasal 18 di-sebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan yang rnelanggar kode etik apoteker. Oleh karena itu, seorang apoteker harus memahami isi kode etik apoteker. Kode etik profesi apoteker/farmasis yang terbaru adalah nomor OD?/2005 tanggal 18 Juni 2005,yang merupakan hasil keputusan Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005. Kode etik apoteker/farmasis dibagi menjadi tiga baglan sebagai berikut.
1. Kewajiban Apoteker/Farmasis terhadap Masyarakat Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang apoteker harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak asasi penderita, dan melindungi makhluk hidup insani.
2. Kewajiban Apoteker/Farmasis terhadap Rekan Sejawat
— Setiap apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana dia sendiri ingin diperlakukan.
— Sesama apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan- ketentuan kode etik.
— Setiap apoteker harus menggunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerja sama yang baik antarsesama apoteker, dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian serta mempertebal rasa saling mempercayai dalam menunaikan tugasnya.
3. Kewajiban Apoteker/Farmasis terhadap Rekan Profesi Ke- sehatan yang Lain
— Setiap apoteker harus menggunakan setlap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai, dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
— Setiap apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurang/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, proses pembelajaran seumur hidup merupakan tuntutan bagi apoteker, sehingga tujuan pelaksanaan tugas profesfonalnya clapat tercapai. Pasalnya, tanpa belajar secara terus menerus, tidak akan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Sumpah/Janji Apoter
Selain terikat secara horizontal dengan masyarakat, termasuk tenaga kesehatan yang lain, apoteker juga terikat dalam hubungan vertikal dengan Tuhan. Hal ini terlihat dari isi
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 yang menyebutkan pada pasal 12 bahwa profesi apoteker adalah keahlian yang menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sumpah apoteker.
Dalam kode etik apoteker/farmasis pasal 1 disebutkan bahwa seorang apoteker/farmasis harus menjunjung tinggi, menghayati, clan mengamalkan sumpah apoteker/farmasis.
Adapun isi sumpah/janji apoteker berdasarkan PP No. 20 tahun 1962 pasal 1 sebagai berikut.
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan.
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker.
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang ber- tentangan dengan hukum perikemanusian.
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial.